Setiap tahunnya, semarak qurban begitu terasa di kota-kota besar. Hewan qurban melimpah, penyembelihan dilakukan di berbagai tempat, dan daging didistribusikan dengan mudah kepada masyarakat. Namun, tahukah Sobat Baik bahwa di pelosok negeri, saudara-saudara kita hampir tidak pernah merasakan nikmatnya daging qurban?

Di sebuah desa terpencil di Bali, puluhan santri belajar mengaji dalam kondisi yang jauh dari kata layak. Mereka beribadah dan menuntut ilmu di tempat yang beratapkan dan beralaskan terpal, berpindah dari satu emperan rumah ke yang lain.

Meskipun hidup dalam keterbatasan, mereka tetap semangat menuntut ilmu, karena bagi mereka, mengaji adalah bekal hidup yang tak ternilai harganya.
Sudah lebih dari satu dekade mereka bermimpi memiliki tempat belajar yang layak. Para orang tua, yang mayoritas adalah buruh kebun dan nelayan dengan penghasilan tidak menentu, berjuang keras untuk membeli sebidang tanah guna mendirikan masjid dan TPQ. Namun, perjuangan mereka belum juga usai.

Begitu pula ketika Idul Adha tiba. Di kota, daging qurban berlimpah dan bahkan sering kali menumpuk. Sementara di pelosok seperti desa ini, banyak masyarakat yang hanya bisa berharap, menunggu kiriman daging yang mungkin tidak pernah datang. Sebagian dari mereka bahkan belum pernah sekalipun menikmati daging qurban dalam hidupnya.

Sobat Baik, qurban bukan hanya tentang menyembelih hewan, tetapi juga tentang berbagi kebahagiaan dan keadilan. Bayangkan betapa harunya mereka jika tahun ini, untuk pertama kalinya, mereka dapat menikmati daging qurban. Setiap potong daging yang kita kirimkan ke pelosok adalah wujud nyata dari kepedulian dan keikhlasan kita dalam berbagi.

Jangan biarkan qurban hanya menumpuk di kota. Mari bersama, kita hantarkan qurban ke pelosok, menjangkau saudara-saudara kita yang selama ini terlupakan. Inilah kesempatan bagi kita untuk berbagi kebahagiaan dan menghadirkan senyum di wajah mereka.
Mari Berqurban ke Pelosok dan raih Berkah Berlimpah